Bisa terlahir di sebuah agama dan memiliki orang tua yang menuntun dan mengajarkan ajaran agama itu sebuah nikmat, tapi ternyata nggak cukup sampai disitu. Kita harus masih mencari. Ibarat kita mau dicomblangin sama seseorang, mak comblang akan kasih tau ke kita bahwa dia orang nya seperti ini dan itu. Tapi pada akhirnya, proses selanjutnya adalah kita harus yang cari tahu sendiri dan berkenalan sendiri untuk menciptakan sebuah koneksi. Makanya ada yang disebut namanya hijrah, yang membuat orang di luar bingung karena seakan orang Islam masuk Islam. Tapi itulah proses pencarian dan proses setiap orang berbeda-beda tentunya.
Pertama, tentang doa. Bagaimana sih kita biasanya berdoa kepada Allah? Ternyata berbeda-beda. Ada yang menyebut semua daftar permohonannya satu per satu secara detail, ada yang meminta tapi nggak spesifik karena merasa Allah lebih tahu segalanya, ada yang hanya mengucap syukur tanpa meminta, ada yang tidak berani meminta apapun kepada Allah karena merasa tidak pantas.
Sekali lagi, ini tentang hubungan seseorang dengan Penciptanya, it's personal and unique. Saya pribadi tipe yang meminta dengan cukup detail dan spesifik karena merasa semakin banyak saya memaparkan permintaan, semakin yakin saya dengan doa itu. Terlebih saya diajarkan memang kalau berdoa sebaiknya detail dan spesifik. Walau ya, tentu Allah lebih tahu segalanya. Kadang ada juga orang yang hanya mengucap syukur tanpa meminta. Bahkan kadang ada juga orang yang memohon ampunan saja. Karena adanya perasaan manusiawi seperti kalau terlalu berharap, kita akan kecewa, lebih baik biar Allah yang tunjukkan aja jalannya. Semoga Allah memberikan segala sesuatu yang terbaik. Atau kita akan berusaha di dunia untuk mendapatkannya, semoga Allah mudahkan jalannya.
Kalau dipikir-pikir ya itu mungkin bagian dari berserah diri. Tapi kalau diibaratkan sebagai hubungan dengan teman, hubungan yang sungkan itu bukan hubungan yang dekat. Kalau sama teman dekat atau sama orang tua misalnya, saking dekatnya kalau ulang tahun bisa request mau kado apa detail bahkan ada yang langsung kasih link e-commercenya. Tapi kalau sama teman yang biasa aja, dikasih Alhamdulillah, nggak dikasih juga nggak apa-apa. Kurang lebih, berarti seperti itu juga hubungan dengan Allah.
Akhirnya, yang saya pahami dari pembahasan itu adalah kita memang boleh banget meminta kepada Allah secara spesifik. Memang meminta dan mengemis itu nggak enak, tapi posisi kita adalah hamba, tugas kita mengemis. Tanpa sadar, males mengemis itu bisa jadi perilaku yang sombong, merasa diri baik-baik aja. Secara fisik setiap hari bersujud, tapi dalam hati nggak sepenuhnya menunduk. Banyak orang yang malas mengemis karena takut kecewa juga berarti lupa betapa besarnya Allah. Bahkan ada yang lebih memilih untuk berusaha di dunia dan hanya meminta Allah untuk untuk dimudahkan jalannya tanpa memberi tahu apa perkaranya sama Allah, berarti kalau dapat mereka akan menganggap karena mereka sudah berusaha, padahal itu semua Allah yang sepenuhnya kasih.
Kadang ketika kehidupan sedang lagi baik-baiknya, bisa membuat kita lupa seberapa kecilnya kita di hadapan Allah. Hanya ketika ada masalah, kita sadar betul nggak berdaya tanpa Nya. Ketika ada masalah, mau nggak mau kita akan mengemis dan meminta. Padahal mau roda kehidupan bergerak di atas atau bawah, kita masih sama kecilnya di hadapan Allah. Makanya orang suka bilang, ketika Allah memberi cobaan, mungkin Allah lagi ingin kita meminta. Kita semua tahu Allah itu pemilik segalanya, tapi seberapa jauh hati kita memaknai itu sih?
Sebenarnya merasa aneh untuk menulis pemikiran ini karena sekali lagi hubungan dengan Sang Pencipta itu kan personal. Tapi bisa disadarkan dari pembahasan yang saya dapat itu seperti sebuah kebahagiaan seperti menemukan kepingan puzzle yang sedikit demi sedikit bisa melengkapi proses pencarian. Masih banyak yang ingin dibahas, tapi udah terlalu panjang. Mari kita lanjut kontemplasi ini di lain waktu. Sebelum tidur malam nanti, mari kita berdoa dengan sepenuh hati, jadikan conversation yang berarti antara kita dengan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Love,
Humannisa